[BINCANG ENERGI MUDA #19]
Halo Sobat Bincang Energi!
Negara Indonesia sebagai negara beriklim tropis dapat memanfaatkan cahaya matahari yang maksimal yang berpotensi untuk pemasangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang dapat dimanfaatkan oleh 5 cluster yaitu Pemerintah, Industri, Bisnis, Rumah Tangga, dan Sosial. Pemasangan PLTS memberikan banyak manfaat salah satunya penghematan tagihan listrik dan mencegah pengurangan perubahan iklim. Selain itu, pemanfaatan cahaya matahari sebagai PLTS dapat membantu Indonesia dalam melakukan pergerakan transisi ke energi terbarukan untuk Net-Zero Emission. Hal ini berdasarkan RUPTL 2021 – 2030 mengenai Energi hijau (green) dengan target pengembangan PLTS sebesar 4,7 Giga Watt, sehingga berdasarkan geografis dan kebijakan yang ada di Indonesia menjadi tujuan dalam memanfaatkan matahari sebagai pembangkit listrik (PLTS). Untuk melakukan upaya tersebut, PLN memiliki peran dalam mengupayakan pemanfaatan energi terbarukan untuk sumber pembangkit listrik di Indonesia khususnya memanfaatkan cahaya matahari yang disampaikan oleh Aditya Yoga Nugraha sebagai CEO Office PT PLN (Persero).
Berdasarkan rencana umum energi nasional, berdasarkan perpres Nomor 79 tahun 2014 mengenai kebijakan peningkatan EBT hingga 23% – 30% di tahun 2025. PLTS memiliki peranan dalam kebijakan tersebut karena pemanfaatan surya di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar. Total potensi energi surya yang didapatkan berdasarkan Dirjen EBTKE tahun 2022 sebesar 32,5 GW yang terdiri dari lima cluster (Pemerintah, Industri, Bisnis, Rumah Tangga, dan Sosial) dengan cluster yang berperan besar pada cluster Rumah Tangga sebesar 19,8 GW disusul oleh Bisnis sebesar 5,9 GW dan Sosial sebesar 4,6 GW. Selain itu, Roadmap pemasangan PLTS Ditargetkan di tahun 2022 sebesar 450 MW berdasarkan dokumen EBTKE hingga 2025 sebesar 3,6 GW. Tetapi pencapaian di tahun 2022 menurut data EBTKE memiliki kapasitas kurang lebih 54,73 MWp yang mencakup 5278 pelanggan. Kapasitas yang didapatkan berdasarkan tahun 2018 hingga 2022 mengalami kenaikan masif sebanyak 53,21 MW terpasang. Hal ini karena ada sinergi PLN dan beberapa stakeholder mengenai potensi pemasangan PLTS di indonesia.
Berdasarkan kebijakan dan upaya tersebut, PLN memiliki skema dalam pemasangan PLTS seperti Net-Metering yang dilihat dari selisih ekspor dan impor tenaga listrik yang menjadi pengurangan tagihan listrik untuk bulan berikutnya. PLN juga sudah memfasilitasi PLN Mobile untuk mengetahui meteran untuk riwayat pemakaian listrik di rumah (dalam satuan kWh) yang dapat diimpor dan ekspor listrik pelanggan ke PLN. sederhananya, pelanggan hanya membayar penggunaan energi yang dikonsumsi dikurangi energi yang dihasilkan.
Pemasangan dan penetrasi dari PLTS ini dapat memberikan dampak pada sistem dan jaringan PLN berdasarkan aspek keuangan, investasi, revenue, dan teknis. Berdasarkan dampak teknis, terdapat 5 dampak teknis yang perlu diperhatikan yaitu fluktuasi tegangan, aliran daya Balik (Reverse power), fluktuasi Faktor Daya (Utilisasi Sistem PLN yang rendah), ketidak seimbangan dari tegangan, dan arus yang mengalir melebihi fasenya (Harmonisa Triplen).
Berdasarkan dampak dari penetrasi PLTS pada sistem dan jaringan PLN perlu adanya penanggulangan dampak tersebut. Berdasarkan Peraturan pemerintahan ESDM Nomor 26 tahun 2021 terkait PLTS yang merupakan pembaharuan dari peraturan pemerintahan nomor 49 tahun 2018, masih ada diskusi lanjut untuk mendapatkan titik tengah yang mempertimbangkan dampak baik dari sisi PLN, pelanggan, pemerintah, maupun dari stakeholder lainnya. Pembaharuan ini dilakukan karena peraturan pemerintahan nomor 49 tahun 2018 hanya memiliki tujuan untuk penghematan. Sedangkan pada peraturan pemerintahan ESDM Nomor 26 tahun 2021 memiliki 3 tujuan yaitu Penghematan, Transisi penggunaan listrik dengan energi terbarukan, dan kontribusi mengurangi efek Gas Rumah Kaca (GRK). Namun peraturan pemerintah mengenai PLTS ini masih perlu diulas lebih lanjut mengenai penanggulangan dampak tersebut.
Upaya untuk menggunakan PLTS, PLN menjadi titik temu antara program pemerintah untuk transisi energi melalui pemasangan PLTS dengan masyarakat. Hal ini menjadi tantangan PLN untuk pemasangan PLTS yang didasari dari peraturan pemerintahan ESDM Nomor 26 tahun 2021 yaitu Pengurangan revenue neraca keuangan PLN, kekhawatiran stakeholder dalam peningkatan subsidi listrik, mengganggu sistem kestabilan tenaga listrik, kekhawatiran oversupply sistem tenaga listrik, dan masifnya penetrasi PLTS.
Oleh sebab itu, perlu adanya kontribusi masyarakat dalam menggunakan PLTS untuk Indonesia transisi menggunakan energi terbarukan dan masyarakat merasakan penghematan tagihan listrik di rumah. Peran masyarakat untuk menggunakan PLTS perlu melakukan pengajuan pemasangan PLTS kepada PLN. Masyarakat yang mau memasang PLTS perlu mengetahui komponen dari PLTS itu sendiri yaitu Modul solar, inverter, sambungan listrik, sistem pengaman, kWh meter ekspor-impor dengan kapasitas PLTS maksimal 100% (saat ini) yang disambung ke PLN. Dalam instalasi PLTS harus mengikuti standar yang berlaku dengan cara melakukan proses permohonan dari pelanggan yang dievaluasi kantor unit PLN kemudian jika layak akan diterbitkan sertifikat laik operasi (SLO) oleh lembaga inspeksi teknik kemudian penyediaan pasang kWh ekspor impor dari PLN. kemudian PLN mobile untuk dapat melihat pemakaian listrik ekspor dan impor dari kWh meter.
Pada sesi penutupan, Yoga menyampaikan bahwa PLN memiliki komitmen untuk memenuhi Net-Zero Emission salah satunya dengan melakukan pemasangan PLTS untuk menjadikan Indonesia yang lebih bersih dan hijau tentunya dengan adanya dukungan kontribusi dari masyarakat Indonesia.
EPISODE LAINNYA